Departemen Pertahanan (Dephan) mengusulkan kembali program wajib militer (wamil) bagi masyarakat sipil sebagai komponen cadangan strategis pasukan TNI.
Rencananya, usulan ini dimasukkan dalam draf Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Komponen Cadangan bagi Warga Sipil yang akan diajukan ke DPR awal 2008. Dengan usulan ini, seluruh warga negara diwajibkan mengikuti pelatihan dasar militer. “Salah satu pasal dalam RUU itu menyebutkan, setiap perusahaan wajib memberi izin bagi karyawannya yang berumur 18–45 tahun yang diminta oleh negara untuk menjadi anggota komponen cadangan, untuk mengikuti wajib militer,” tegas Dirjen Potensi Pertahanan (Pothan) Dephan Budi Susilo Supandji di Kampus FISIP UI, Depok, kemarin.
Menurut dia, komponen cadangan tersebut bisa berasal dari kekuatan paramiliter, tenaga ahli, profesional, kalangan industri, dan seluruh warga negara Indonesia (WNI) baik secara individu maupun kelompok. “Kita sedang mengajukan RUU ini, awal 2008 diperkirakan sudah masuk ke DPR. Jika dibutuhkan, dan dalam keadaan darurat perang, komponen cadangan bisa jadi kombatan,” ungkapnya. Dalam situasi perang, para kombatan tidak terikat hukum humaniter internasional.
Artinya, warga sipil yang dipersenjatai dan tidak masalah bila tertembak mati. Budi mengatakan, tanggung jawab terhadap mobilisasi komponen cadangan dalam situasi perang ini akan berada di bawah pemerintah dengan persetujuan DPR. Ketika persetujuan untuk memobilisasi sudah didapatkan dari pemerintah dan DPR, barulah komponen cadangan berada di bawah komando Mabes TNI untuk dilatih. Budi menegaskan,jika RUU Komponen Cadangan ini disetujui, Dephan berencana mengajukan RUU Latihan Dasar Militer (Latsarmil). Hal tersebut untuk menjadi dasar hukum dilaksanakannya latihan militer bagi calon anggota Komponen Cadangan.
Mengenai karyawan yang terlibat dalam wamil ini, Budi mengatakan bahwa kurang lebih enam bulan,karyawan yang bersangkutan akan diberi kompensasi. Berdasarkan estimasi Dephan, setidaknya dibutuhkan 200.000 warga sipil yang akan direkrut menjadi anggota komponen cadangan. Anggota Komisi I DPR Happy Bone Zulkarnen menyambut baik usulan Dephan tersebut. Menurut dia, hal itu dilakukan agar sistem pertahanan Indonesia lebih kuat. “Bela negara itu jangan hanya menjadi tugas prajurit saja, tetapi juga semua elemen bangsa,”katanya ketika dihubungi SINDO tadi malam.
Politikus Partai Golkar ini mengatakan, wamil tersebut bisa berimbas pada efisiensi anggaran untuk tentara. Sebab, kata dia, dalam kondisi aman, jumlah tentara aktif sebaiknya tidak terlalu banyak. Happy yakin program tersebut tidak akan membuat watak masyarakat sipil berubah menjadi militer. ”Jangan disamakan dengan satuan tugas (satgas) ataupun kelompok-kelompok yang dididik secara militer,” tandasnya. Pengamat militer Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Koesnanto Anggoro menilai wacana wamil bagi warga sipil sebagai komponen cadangan masih belum perlu dilakukan. ”Sebagai sebuah sistem memang harus ada.
Tapi apakah sudah perlu dilakukan itu perlu ditinjau. Karena penggunaan komponen cadangan baru diberlakukan, apabila komponen utama sudah tidak mampu,” tegas Koesnanto. Menurut dia, sebaiknya Dephan lebih memprioritaskan memperkuat komponen utama, seperti meningkatkan teknologi dan alat utama sistem persenjataan (alutsista). Jika memang akan diberlakukan, wamil tidak hanya menitikberatkan pada latihan dasar kemiliteran seperti barisberbaris.
Koesnanto juga mengingatkan agar warga yang mengikuti wamil tidak boleh ditugaskan dalam menanggulangi ancaman dalam negeri. ”Jangan sampai mereka ditugaskan dalam membasmi gerakan separatis bersenjata, misalnya di Aceh. Masa melawan bangsa sendiri. Secara moralitas tidak baik,” tuturnya. Jika untuk menanggulangi ancaman dari luar negeri, menurut dia, wamil juga tidak akan berjalan efektif. Sebab, jika hal itu terjadi, besar kemungkinan yang terjadi adalah perang senjata modern untuk menghancurkan sasaran strategis.